Selayang PandangKopi Koetjoer

Minggu, 10 November 2019, memeringati Hari Pahlawan, sekelompok orang muda seperti ‘meminjam’ secuil keberanian para pahlawan bangsa. Paramuda desa Kucur, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, ini menyelenggarakan Lomba Menggambar dan Mewarnai, di Lembah Gunung Sari (LGS). Sebuah area wisata kolam air, milik warga desa setempat. Pada saat yang sama, mereka menggelar produk perdana, kopi bubuk robusta Kopi Koetjoer.

Di sebelah barat kota dan kabupaten Malang, ada lereng pegunungan yang biasa disebut sebagai 'Pegunungan Putri Tidur', membujur dari selatan ke utara. Pegunungan yang berderet membujur antara gunung Buthak, gunung Kawi, hingga gunung Panderman. Desa Kucur salah satu desa yang ada di bawah lereng pegunungan tersebut, berada di ketinggian 850 mdpl.

Dahulu, warga desa Kucur banyak yang menanam cengkeh dan kopi. Karena minimnya akses ilmu pengetahuan, teknologi dan pemasaran, budidaya kopi kurang berkembang. Produktivitas dan kualitas kopi semakin menurun.

Pada pihak lain, minimnya akses pemasaran, menjadikan petani hanya mengikuti ‘permainan’ harga dari para pedagang tengkulak. Merekalah pemegang akses pasar. Seolah saja, seperti memiliki kebebasan dalam menentukan harga biji kopi milik petani. Petani pemilik hasil panen. Namun para pedagang tengkulak inilah pemilik harga.

Semakin lama, nilai ekonomi biji kopi, semakin menurun. Tanaman kopi, bukan lagi pilihan andalan. Situasi tersebut, menjadi alasan bagi orang muda, tak banyak yang tertarik mengolah lahan pertanian.

Warga kemudian melirik dan tertarik budidaya tanaman buah jeruk. Maka, satu demi satu, tanaman kopi yang telah berusia puluhan tahun itu, mulai didongkel (dibongkar) dan diganti dengan buah jeruk. Namun beberapa petani, masih merawat kopi. Sebagian warga juga diberikan akses menanam kopi, di lahan milik Perhutani.

Pagi hari, para orangtua berangkat ke ladang. Anak mudanya, berangkat mencari penghidupan di kota. Sore baru berkumpul kembali.

Pada latar situasi seperti ini, beberapa orang muda di Desa Kucur, membentuk kelompok tani. Mereka menamakan diri, Kelompok Tani Republik Tani Kopi Mandiri (RTM). Sebuah lembaga berbentuk kelompok usaha bersama (KUB). Saat ini, beranggotakan 28 orang, 15 petani kopi dan 13 non petani.

Kelompok tani ini sedang merintis membentuk koperasi petani produsen kopi. Memperbaiki teknologi budidaya tanaman kopi yang lestari (organik), pengolahan pasca-panen yang lebih baik, produksi kopi kemasan yang berkualitas, serta merintis jalur pemasaran distribusi yang saling menguntungkan.

Pada 10 November 2020, produk kedua dikenal, Kopi Koetjoer Arabika dalam kemasan 200 gr. Setahun berikutny, 10 November 2021, mereka memperkenalkan produk seduhan es kopi rasa vanilla dan coklat. Sepanjang tahun 2022, mereka telah berupaya merampungkan pembangunan rumah jemur kopi, penyediaan bibit robusta dan arabika bersertifikat dan penyediaan lahan demplot untuk kebun pipit indukan. Tahun 2023, berencana membangun rumah produksi. Seluruh sarana infrastruktur tersebut, tersedia atas sumbangsih kerelaan anggota atas lahan miliknya.

Mereka bermimpi, meraih kesejahteraan petani kopi lewat kemandirian...